Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2002

Lelaki Berpuisi

Lelaki berpuisi, ketika awan begitu hitam membayangi sepi Dari jauh aku mengintai ia Satu satu air mata langit jatuh kebumi, lelaki terus berpuisi Berpuisi merajuk mata hati Ingin berlari, sembunyi Tak kuasa Inikah cinta? bibir pun tak lagi berkata Karena berdiam di sisinya, telah terkata: Cinta

Adakah Kau Rasa

Adakah kau rasa derak langkah Nya Di antara keheningan masa tak berjeda Adakah kau dengar Senandung nina bobo Nya Istirahkan lelahnya jiwa Adakah, adakah Kakanda? Kau nyanyikan kidung seirama kidung Nya Bergulat dengan cahaya Nya, bermesra surga Adakah pelaminan hening memapahmu tuk kembali meniti puisi diri, sendiri menanti Kunthi Hastorini

Kuingin Katakan

kuingin katakan, aku begitu takut merengkuhmu dalam hari-hariku. seperti kulihat hijab itu begitu tebal. tak bisa kusibak seperti bibirku yang bisu. seperti hatiku yang beku tapi, percayalah , aku selalu mengingatmu dalam tiap detik hariku. merindukanmu. mengenangmu. meski, aku pun tahu, aku takut pula melakukan itu. ada yang kutakut marah dan cemburu karena nya aku begitu takut. dalam gigil ruh ku takut ditinggalkan Nya. seperti selalu aku mengkhianati Dia akhirnya, hanya satu pinta dari palung hatiku. berbahagialah dengan cinta. tak ada sakit disana. semestinya. kuingin katakan, aku menyayangimu. berharap yang terbaik selalu bagi dirimu. insyaAllah, Allah menjagamu Kunthi Hastorini

Bagaimana Dapat Kau Rasa

bagaimana dapat kau rasa sedang jeda waktu lamban berputar berputar seperti pikiran gemetar bergantian aku sayang. hanya itu yang dapat aku katakan. ………….. demi masa, demi cerita datang pergi, begitu saja dalam gelak tawa, dalam tangis lara terselip doa bunda cinta, kau rasa

Menemu Negeri Cahaya

Dan kulayarkan lagi mimpiku dalam gelombang badai mencari negeri Negeri di mana pohonan beranting cahaya berbuah cahaya Telah lama kulayarkan mimpiku dalam gelombang badai mencari negeri Angin menderu perahu terpelanting berulang kali tenggelam aku berkali-kali Sampai kutemu negeri Di matamu yang cahaya Jangan lagi kau masuki negeri tak pasti, katamu Menderaskan airmata, menderas, hingga O, berlinangan cahaya

Aku Merindu

Aku Merindu (1) aku merindu, sungguh aku merindu, sapa suaramu cintaku. seperti ada yang merembes dari pelupuk mata. menatap layar yang kosong, mailbox yang kosong, tak ada kabar darimu.demikian merindu aku, sungguh, demikian merindu. hari-hari menjadi serasa hampa. karena tak ada sapa. duh, apa kabar dirimu, cintaku. semoga kau baik-baik saja. jika saja rentang ini dapat kulipat, ah, jika saja jarak ini tak ada lagi, aku akan selalu bersamamu, di dekatmu. aku merindu, sungguh aku merindu, kau pun tahu, cintaku... Kampus UI, 11 Juli 2002 Aku Merindu (2) rindu menggoda bayang melintas detik meluncur dalam wacana rindu jam mengaduh mencemaskan kalimat cinta baris-baris duka dalam bait sepi hari gelisah bulan cemas tahun menanti windu menggoda sedalam harap mimpi sedebur gelombang mendebur debur di waktu waktu tak lalu setatap tatap matamu penuh tanda tanya mungkin ragu mungkin gundah seresah kata yang berjatuhan dari puisi Aku Merindu (3) dari cemas dan harap jug

Pada Keping Yang Sama

Hidup, mencari artinya sendiri, memberi makna kepada kehidupan O, orang yang merindu, pernahkah kau rasakan cinta sebagai kepedihan Demikianlah seorang pecinta sampai pada puncak perihnya Sebagai nyala dalam dada menjela-jela O, orang yang merindu, lihatlah: pedih dan bahagia di keping yang sama

Menapak Jejak di Jalan Setapak

Di jalan setapak seorang yang merindu menapak jejak Melangkahlah ia melangkah mencari Kekasih “Inikah setapak jalan menuju Engkau?” Sepanjang jalan pepohonan berkesiur ditiup angin, melambai-lambai Serangga berdenging bersahutan, burung-burung bernyanyi riang “Aku tuju Engkau, ya Kekasih. Sambutlah aku dengan senyummu!” Pohonan terdengar menzikirkan nama Kekasih Serangga bersahutan mengamini, burung-burung mendawamkan Rindu “O Cinta, kan sampai aku di hadapmu!” Jalan setapak licin menanjak menurun mencuram tajam Membelah lembah-lembah membelah gunung-gunung “O, kan sampai aku padamu?” Wajah sang perindu demikian cahaya Menapak jejak di jalan setapak Mencari Kekasih yang selalu dirindu. Tak henti Depok, 31 Mei 2002

Sebagai Hujan

Airmatamu adalah hujan Lunaskan dahaga kemarau Kanak-kanak berlarian berteriak riang Telanjang dada telanjang kaki demikian senang Airmatamu adalah hujan Lunaskan haus terik risau Kanak-kanak bermandi airmata Menari-nari demikian bahagia Menemu cintamu

Kau Tahu, Cintaku

kau tahu, ada yang mendoakanmu, semoga kau baik-baik saja kau tahu, ada yang mencintaimu, semoga kau baik-baik saja kau tahu, ada yang merindukanmu, semoga kau baik-baik saja kau tahu, ada yang menyayangimu, semoga kau baik-baik saja kau tahu, ada yang mengkhawatirkanmu, semoga kau baik-baik saja kau tahu, kau tahu, seperti terasa di hatimu ada aku menatap potret wajahmu

Sebagai Embun

tak ada hujan menitik hari ini, di juni yang kering tapi kurasa bening embun, dari sudut matamu, menetes rasakan keheningan, dalam diam suara, o, yang merindu setitik bening, setitik bening, sebagai embun, di pipimu mengalir, menelusup ke relung jiwa

Tak Lagi

langkahku tak lagi ragu, katamu, dengan binar mata. di sore yang menyimpan catatan perjalanan airmata. kutahu, kutahu lebih dari yang kau tahu, katamu. seperti lagu, kuputar selalu. mungkin rindu. langkahku tak lagi ragu, kataku. menelusur sepanjang jalan, ruang waktu, bersamamu, di sisiku. menemu Yang Dirindu

Teruslah Melangkah Kekasih

Teruslah melangkah kekasih. Kan kita cari bersama Cinta dalam senyum-Nya. Jangan lagi ragu. Jangan. Karena tak tahan ini diri, tanpa teman dalam perjalanan. Tetaplah bersamaku mencari: Pemilik Cinta Sejati. Jika kulelah melangkah. Beri aku semangat. Bila aku kehilangan arah. Tunjukanlah. Ke mana kita akan terus melangkah.

Dinyalakan-Nya

Tak ada mengapa bagi cinta. Diterbitkan dalam dada kita, kehendak-Nya semata, dinyalakan-Nya dalam hati kita, sebagai cinta. Demikianlah Ia mencintai kita. Dinyalakan api cinta. Demikian lambat atau demikian cepat. Kehendak-Nya-lah. Kehendak-Nya. Semata

LENGKUNG MIMPI

Dan kanak-kanak bergelayut di alismu. Lengkung mimpi. Kau dengar kekeh tawa mereka. Beterjunan ke jernih matamu. Telaga rinduku. O kanak-kanak yang riang. Meluncur dengan derai tawa. Dan kanak-kanak menemu senyummu. Lengkung mimpi. Kau dengar kekeh tawa mereka. Meluncur di bibirmu. O kanak-kanak yang riang. Menemu cintamu!

Ziarah Kenangan (2)

jalan-jalan yang menyimpan cerita, dingin kota o, berdesakan bayang, berduyun mengunjungi benakku dengarlah kekasih, kudongengkan kenangan dan engkau tersenyum di hadapku, menemu tatap mata menelusur ruang dan waktu Malang, 6 Agustus 2002

Matamu Adalah Cahaya Purnama Bulan

matamu adalah cahaya purnama bulan, kataku. tapi engkau tertawa mendengarnya. akupun tertawa. entah mengapa. kitalah penyair yang menulis sajak sepanjang jalan. dengan derai tawa. mencandai waktu, mencandai diri kita sendiri. hingga suatu ketika ada tanya: masih perlukah metafora untuk senyum dan tatap matamu. juga cinta. Malang, Agustus 2002
Senja di Alun-Alun Kota ada yang berpendar pada air yang memancur, cahaya matahari senja, lampu jalan, lampu taman, mulai dinyalakan apa yang kita bicarakan di situ, pada desir angin dingin kanak-kanak yang meniup gelembung sabun lihat tawanya, menyeringaikan gigi yang baru tumbuh, ah, seperti juga kanak yang kutatap di matamu terkekeh demikian riang, senja merapat, gelap melindap cahaya gema azan menelusup ke dalam dada kita di sebuah senja Malang, Agustus 2002
Doa Dalam Dada Kekasih doa dalam dada kekasih detaknya mengetuk-ngetuk langit cahaya melintasi jarak waktu harap menjelma jadi penuhi janji kehendak dengarlah detak dalam dadaku: kehidupan yang akan terus kau dengar serukan cinta dan rindu berulangkali dari sunyi diri sendiri sesungai senyap dibingkiskan kepadamu sebagai ketulusan memberi begitu juga ketulusan menerima mengalir riwayat manusia ke muara akhirnya ke mula asalnya Depok, 11 September 2002
APAKABAR SAYANG? AKU DEMIKIAN LETIH Apakabar sayang? Aku sendiri, menelusuri sunyi. Sebentang jalan, kutapaki. Remang cahaya. Denging suara serangga. Aku demikian letih. Depok, 2002
FAJAR TUMBUH DI TIMUR LANGIT Fajar tumbuh di timur langit, merayapkan cahaya, mungkin harap Membuka hari penuh gairah semangat, hadapi hidup dengan berani! Depok, 2002
SEBAGAI KEYAKINAN DALAM DADA Sebagai keyakinan yang berdiam dalam dada, tataplah mataku, akan kau temukan jawabnya. Tak akan sia-sia cintamu yang tulus. Mengembuni dada resah. Mengembuni jiwaku yang lelah. Engkaulah cintaku, berdetik dalam detak nafasku. Depok, 2002
Karena Cinta Lalu kau ceritakan tentang derita. Menyetubuhi hidup. Lewat dusta dan petaka. Tapi itu bukan cinta, sayang. Karena cinta adalah dirimu, diri kita, serta mereka yang mengada. Menghadir sejak dulu kala. Sejak dihembus ke dalam dada. Cinta mencahaya. Mengingatkan wajah mula-mula: Cahaya maha cahaya. Dan kita merindukannya. Cahaya demi cahaya melesat. Mengalir dalam waktu. Memuara ke lautan cahaya. O, cinta maha cinta, mula dan akhir kata! Depok, 2002
Demikianlah, Cintamu Demikianlah, cintamu adalah doa yang diucapkan setulus hati. Sebening embun dinihari. Menjelmalah beburung jiwa, sebagai cahaya. Lesatnya sampai ke hariba Kekasih diri. Pada Cinta dan senyum-Nya yang abadi. Depok, 30 Deseember 2002
DI SEBUAH KEDAI COKLAT Harum rempah-rempah. Dalam secangkir coklat. Hangatnya mengusir dingin. Udara sehabis hujan seharian. Dalam gigilku sendirian. Mengingat wajahmu. Mengingat derai tawa manjamu. Dalam remang cahaya. Aku mulai menulis: coklat…. Secangkir coklat hangat. Di kala aku merindukan dirimu. Tatap dan senyummu membayang. Di pelupuk mata berduyun kenangan. Diputar demikian manis. Demikian hangat. Menelusur ke dalam dadaku. Depok, 2002
Tak Ada Yang Hilang, Sayang tak ada yang hilang, sayang hanya ruang dan waktu tak ada yang hilang, sayang karena berdiam aku di hatimu Depok, Agustus 2002

Menatap Senja

menatap senja, demikian jingga. seperti kubisikkan di telingamu tentang sebuah cerita di suatu ketika. seorang pecinta mencari cinta, pada sebuah peta. tak ditemu jua, demikian letih berjelaga, demikian sakit berderit- derit. tak ditemu. gelisah meresah, melungkrah darah lelah. tatkala cemburu memburu beradu. tak ditemu. seperti kubisikkan di dadamu. seorang pecinta menyerah pasrah. sebulir bening memapah gerah. pada suatu senja, pada sebuah dekap, pada sebuah senyap. pada. hingga, seusap tangan menyapa. papah resah dari bilik mata. demikian cinta tiba selaksa. tanpa kata. tanpa. di ujung senja, di sebalik tabir terbuka cahaya cinta. duhai! kiranya telah ditemu rindu. cahaya di atas cahaya. demi Allah yang merindu! demi Allah! demi. menatap senja, demikian jingga. seperti lambai tertuju bagimu.
SEPERTI KULIHAT CINTA DI MATANYA seperti kulihat cinta di matanya berkata.kata siapa cinta tak ada. dia ada dalam tiada. tiada dalam ada. sebab ia ada dan tiada itu sendiri. bagaimana kita memaknainya. seperti kulihat binar di matanya bicara. kata siapa cinta itu dusta. sebagaimana perjumpaan ruh di pelaminan jiwa. saling mengenal dan berbincang. mesra. kau aku dia semua adalah cinta. kau aku dia semua adalah dusta. bagaimana kita memaknainya. cinta!
DUHAI PECINTA ISTIRAHLAH! tak bersuara ia di satu masa. dingin seolah tak bernyawa. telah laknat segala peristiwa. juga luka. demikian tangis tersia tak bersambut tawa. bersenda maya ia di suatu ketika. selalu dan selalu. seakan tak jera. sebagai sihir dunia selalu menggelitik gemerisik. demikian tipu melulu merayu. duhai pecinta. istirahlah! tak guna dicari cinta didunia yang telah tiada nyawa. nyawa-nyawa itu telah terusir disatu ketika. pada tangis khianat. pada rimismeranggas kering kerontang. kosong! duhai pecinta. berhentilah! tak guna diharap cerita di dunia yang telah berdusta. dusta-dusta itu telah merasuk dalam bangkai-bangkai penuh ulat. pada jasad yang hina. pada kepentingan-kepentingan membuta aksara cinta. dan, bermuara segala pusar rindumu menemu yang satu. satu!
HURUF-HURUF YANG BERGEMBIRA huruf-huruf yang bertebaran mengangkasa, demikian bergembira, tak airmata siratkan duka, biarlah bergumul berpadu bersatu membentuk segaris senyum, di suatu senja
DALAM RIMISNYA, AKU KAN DATANG SELALU BAGIMU dalam rimisnya. aku kan datang selalu bagimu. dalam sepenggal doa. dalam sepenggal cerita. yang mungkin tak sempat kau dengar dengan telingamu yang rahasia. tapi, tak kah kau tahu? hujan sore ini. kemaren. esok. masihlah sama. menangis dan menangis. tapi, jangan dengan pelupukmu. tersenyumlah seperti matahari tak henti bercahaya mesra. dalam rimisnya, tetaplah tatap mata hati ini. bernyanyi dan selalu. dalam sepenggal harap. dalam sepenggal dekap. yang mungkin tak kau pahami dengan bibirmu yang rahasia. tapi, tak kah kau tahu? hujan sore ini. kemaren. esok. masihlah sama. menangis dan menangis. tapi, jangan dengan pelupukmu. tertawalah seperti derai angin tak henti berhembus tuk kau hirup kau hembuskan dengan penuh cinta.
ADALAH JIWA YANG KEMBAR adalah jiwa yang kembar. dihembuskan di sebalik dada manusia. berabad lalu, lalu berpisah. adalah kesendirian. kesepian. membulir luka di antaranya. seperti kecewa. seperti lelah. atau kalah. mencari dan mencari tak henti. sebab kegelisahan meraja. kepedihan menyiksa. jiwa merindu kembarannya. mencari dan mencari. tak ditemu. tak. sampai Dia mengedipkan sebelah mata. dan berbisik, dialah jiwa kembar yang kau cari, yang kau rindu. adalah jiwa yang kembar. bertemu bersatu berpadu. dalam cinta yang diselipkanNya disatu waktu rahasia. tak ada yang tahu. selain mereka yang merindu.
KAU desah desau desir angin. kepak sayapku memujimu. luruh satu-satu helai bulu takutku menujumu. mata yang teduh dimana ingin istirah letihku. terbangkan segala peristiwa melampauiku. kau!
APAKAH AKU MENCINTAIMU apakah aku mencintaimu, tanyamu. seperti ada yang diterbangkan dari kepalaku. tanda tanya yang menari-nari di dadaku. coba beringsut aku dari puncak gelisah. menemu dirimu yang satu. mencari jawab, apakah aku mencintamu? apakah aku mencintaimu, tanyaku. seperti ada yang pecah di kepalaku. deret peristiwa telah melampauiku. tak kutemu jawab di ambang pencarianku. sampai letih menyerpih. menjadi huruf-huruf tak beraturan di hadapku. berputar-putar. menertawaiku! katakan bagaimana harus kujawab. satu tanya yang lama kupinta jawabnya.
JERIT KOTA KEKASIH dimana kau tinggalkan jejak, pada sunyi yang berhamburan di mataku. tak kau tahu ragu berkejaran di dadaku. dimana kau tuliskan cerita, pada hening yang bergulir di matamu. tak kau pahami tanya berdesakan dikepalaku. kuadukan pada gerimis senja itu. tapi dia bisu. kuadukan pada angin memburu. tapi diapun ragu. hingga, mengangkasa jerit batinku pada langit. dan kutuliskan di situ: kapan kau kan pulang untukku? di antara laju kereta kau pun pergi tinggalkan aku. dalam sunyi rangkulku.
PAPAN HITAM PENUH AKSARA papan hitam dipenuhi aksara. gulita tak sanggup diterjemah kata. mungkin rahasia membuta. aku demikian gigil dengan gelisahku. ada yang terhapus pada papan hitam. tanganmukah melakukannya? hingga tak lagi kutemu aksara disana. hanya tinggal jejak tanya. mengapa tak kau hapus juga gelisah di dada.
SAJAK BUAT MAS NANANG 1 untukmu nun disana, akankah waktu kan tuntaskan raguku terhadapmu. akankah rinduku kan membawamu kembali dalam tatapku. adakah langit yang mendung kan usik dirimu tuk segera pulang untukku? adakah? adakah? adakah? untukmu nun disana, dimana kulabuhkan perihku tak jera menggoda. dimana ku tautkan harapku tak dipinta. kau dan kau. berkekalan di ingatan. serunai cinta yang kau selipkan ditulang rusukku. pada retaknya kau tak jemu merayu. "yakinlah! yakinlah terhadapku!," pintamu, " aku akan selalu pulang untukmu, " "sedang musim berlalu tak menunggu, " rintihku. " jangan lagi ragu hatimu!" rayumu. dan aku membisu. melayang pandang cakrawala nun jauh di sana. adakah matamu pun tertuju padanya? pada guratan-guratan luka yang kutoreh di waktu lampau. pada peti menyimpan kisahku. pada sepi temani rintihku. kuadukan dirimu. tak. tak aku meragu. andai kau di sini bersamaku... 2.
MUNGKINKAH ENGKAU CEMBURU? mungkinkah Engkau cemburu, jika kucinta ia dalam Cinta-Mu dalam tatap-Mu dalam Sayang-Mu dalam ridha-Mu mungkinkah Engkau cemburu, jika kucinta ia dalam penyerahan pada kehendAk-Mu semata, pada peta yang Kau gariskan dalam hidupku mungkinkah Engkau cemburu, Kekasihku?
BELAHAN JIWA YANG MENCARI lalu kita serahkan mimpi kita pada pemberi tanda segala kepastian seperti disematkan pada takdir sebuah ajal kelahiran dan kematian di waktu yang tak terduga telah dicatat sebagai riwayat di rahasia kehendak sebelah jiwa yang sepi menemu belahannya sendiri sebagai adam menemu hawa sebagai yusuf menjumpa zulaikha jiwaku mencari belahannya mungkin engkau seperti digurat pada ayat yang kekal oleh jemari cintanya pada sebuah entah pada kehendaknya Depok, 2002
HUJAN SORE INI hujan yang mengunjungi sore hari seperti airmata tak henti merembes di pelupuk basahi kerontang dada sendiri sebuah sajak menari dalam sunyi lintasan bayang: engkau yang jauh aku menyimpan nyeri membisik bisik: lirih suara sampaikah padamu Depok, 2002
DI DADA CINTAMU pada tangis yang tersendat dan cemburu yang menyelinap di dada cintamu aku meringkuk dengan gores luka setubuh tubuhku diri yang lelah bertarung di hiruk pikuk jaman yang menusuk menetak mencongkel mengadukaduk seluruh rasa suka dukaku derita bahagiaku sebagai pecundang yang lelah berlari memekikan kekalahan demi kekalahan menerima kutuk dan maki sebagai upacara diri sendiri meneriakan nyeri perih tak tertahankan lagi. o, di dada cintamu, kekasih, aku ingin istirah! Depok, 2002
SEBAGAI EMBUN DI SUDUT WAKTU Sebagai embun di sudut waktu. Dikekalkan menjadi pendar cahaya. Di matamu, sayang didongengkan mimpi-mimpi kita. Orang yang tak henti melangkah. Tercatat pada ingatan. Negeri di jauh lampau. Di sebuah entah. Dan kita merindu untuk pulang. Kita bersenandung lirih dan perih: “Lihatlah, lihatlah, luka-luka kami, Kekasih. Merindu-rindu wajahmu.” Peluh mengucur sebagai keluh. Kita berarak dengan dada yang riuh dan gaduh. Mengetuk pintu-pintu di segala waktu. Dengan segala aduh nyeri rindu yang penuh. Meluber mencari teduh wajah, dalam ingatan. Tak pernah luruh. Gemuruh rindu menggelombang: “mari pulang, marilah pulang, marilah pulang bersama-sama.” Sebagai embun di sudut waktu. Di matamu sayang, bergulir berpendar cahaya matahari. Dikekalkan ingatan menuju pulang. Menemu kembali wajahnya di surga yang hilang. Depok, 2002
KOTA KEKASIH malam yang menyimpan gigil rindu kota kekasih o simpan cerita simpan dalam dada melintasi jalan-jalan ribuan kenangan memijar-mijar dalam kepala senyum yang bercahaya mata yang bercahaya tangis yang cahaya sebagai rasa cemas akan kehilangan lelambai tangan o di balik jendela kereta menderu pohon-pohon berlari rumah-rumah berlari malam menghitam gerimis menjadi deras hujan: o kota kekasih! depok, 2002
DI MATAMU KEKASIH di matamu kekasih, kutemu negeri rerimbun pohonan menghijau daun, gemercik alir dari mata air, jembatan bambu yang terbentang. kanak-kanak tertawa riang menyeberangkan mimpi dan harapnya. o, di dada yang merangkum kasih sayang, kanak-kanak mendekatkan kepalanya. tiktak kehidupan, berdetik di dada cintamu. lumajang, 26-11-2002, depok, 28-11-2002
MENELUSUR JEJAK DI TERIK PANAS menelusuri jejak di terik panas, o di mana kota yang menyimpan mimpiku. udara melelehkan keringat, terhuyung aku di bawah matahari. kutelusuri jejak. hingga kutemu. mata air. rinduku malang, 25 november 2002
INILAH AIRMATA inilah airmata. menyelinap dalam senyap. gemeletar tatap. sebagai cemburu. memburu masalalu: peta-peta yang diberi tanda. penanggalan dan riwayat. tapi siapakah yang membaca luka sebagai puisi. selain jemarimu yang menelusur jejak rasa sakit. hingga kau tahu, manusia menanggung kutuknya sendiri. memanggul kata-kata dan menggulirkannya dari puncak derita bahagia. o jutaan huruf terlepas dari jejemari. bergulir kata-kata. di tebing pipi. sebagai airmata, yang kau terima, sebagai debar dalam dada sendiri. hanya ketulusan menerima. sebagai muara. mengalirkan kesah pada laut keabadian. cintamu. Depok, 2002
KEKASIH BERKATA Kekasih berkata: aku cemburu kepada tuhan. Dia selalu merebut segenap cinta dan rindumu dariku. Tak dapatkah kau tanggalkan Ia walau sekejap, agar cinta dan rindumu untuk aku Kekasih menjawab: sayangku, apakah kau ingin menyengsarakan diriku dirimu dengan menuhankan dirimu? Aku terlalu mencintaimu, karenanya tak kubiarkan cinta itu melaknat diriku dirimu. Cukuplah dia menjadi saksi cinta yang sesungguhnya
KUHIRUP ASMAMU Kuhirup asmamu dalam kalbuku, membiru. Kutelusuri tiap jejaknya dalam harap cemasku. Kuhembuskan dalam kepasrahan. Harap bahagia selalu menjadi.
SEBULIR BENING 1. Sebulir bening mencari muara Mengkristal ia di sekeping hening Mengering 2. Hening masih sekeping Lingsut dari tangis malam diam-diam Hempaskan bening masih sebulir Mencumbu pagi penuh harap kemenangan
SKETSA PETA PADA TATAP MATA O mata. Sebagai bening rindu demikian hening. Ke dalam dadaku kau alirkan segala mimpi dan harap. Tatap yang tak henti menjelajah relung-relung terdalam rahasia waktu. Pada sketsa peta. Sebagai tanda yang harus kubaca. Setulus cintaku. Gulir butir airmata. Menemu tuju. Menemu mula segala rindu. Di negeri yang jauh. Di langit yang jauh. Demi pemilik segala rahasia waktu, kutemu cinta di tatapmu, o mata. Menerobos relung terdalam rahasia dalam dadaku! Depok, 15 Desember 2002
KARENA-MU karena-Mu aku mencinta. bait-bait rindu yang kekal Kau hembus di dadaku. sebagai takdir yang tertera di kehendak-Mu. aku serahkan diri. juga cinta. kulewati abad-abad kepedihan meneguhkan syahadahku. menempuhi jalan terjal berbatu. menempuhi goda sepanjang usia dunia. O Engkau, karena-Mu. atas kehendak-Mu semata. aku mencinta. kami saling mencinta. maka berkatilah cinta kami berdua. hingga kerdip cahaya cinta menyatu dalam Cinta-Mu! Depok, 14 Desember 2002
AKU INGIN MENJUMPAIMU Aku ingin menjumpaimu. O mata, yang menerbitkan cahaya rindu dalam dadaku. Seperti cahaya dan gerimis yang menggambar pelangi. Di lelangit harap saat kau tunggu dengan rayu dan tatapmu. Demikian manja gerimis menyapa. Cahaya disela-sela. Memendar pendar. Mewarna di udara. Lengkung mimpi kanak-kanak ke langit cintamu. Biarkan bait-bait rindu menelusup dalam mimpimu. Huruf demi huruf yang beterbangan di buku hari-hari. Berdiam dalam dadamu. Dalam hangat pelukmu. O, yang merindu. Aku ingin menjumpaimu. O mata, hingga tumpas rindu dendamku. Dalam tatap matamu. Depok, 16 Desember 2002
MASIH KULIHAT REMBULAN DI ANTARA SIHIR LAMPU KOTA buat: kunthi hastorini masih kulihat rembulan, cahayanya yang kuning keemasan, menggoda ingatanku, kepadamu. di antara lampu-lampu merkuri dan sorot kendaraan, aku takjub memandang langit, rembulan yang terang cahayanya. aku ingat engkau sayangku, dan ribuan kata-kata berloncatan ingin menjelma puisi. puisi menjelma dari sepotong film animasi. dunia kanak-kanak yang menjadi kenangan. bayangkan kita memandang rembulan dan mengaung, sebagai serigala, yang menggetarkan langit dengan jerit yang teramat sedih. mungkin rindu. pada kekasih di langit yang jauh. di negeri yang jauh. di angan yang rapuh. malam ini, sayangku, aku ingin kau tatap rembulan, terang cahayanya. seterang cinta kita yang menerang langit. demikian purnama. Guntur 18 Deseember 2002, Malabar 19 Desember 2002
DI DEDAHAN SAJAK di dedahan sajak beburung jiwa singgah istirah melepas lelah penempuhan adalah jejalan panjang berliku dalam pusaran waktu di dedahan sajak beburung jiwa menyanyi nyanyi rindu kekasih diri demikian cinta memanggil panggil mendebarkan jejantung hati di dedahan sajak beburung jiwa melagulagu mengetuk paruh pada pepohon irama kata pepohon hidup menari-nari dipeluk dipagut sepoi hembus berangangin di dedahan sajak beburung jiwaku singgah istirah melepas lelah Depok, 2002
DI PUSARAN WAKTU telah dilabuh gelisah pada pusar waktu hingga larung abu pada sarang angin gelombang sunyi diri sendiri tinggal beburung jiwa menemu karang julang tegak menantang demikian terjal jejalan hidup di tatap matahari sekepak sayap sekepak sayap menempuh tempuh disayat hayat disayatsayat hingga mayat hingga tamat tapi akan dilabuh juga segala gelisah pada pusar waktu hingga larung abu pada sarang angin gelombang sunyi diri sendiri menjelma beburung jiwa terbang mengepak dari matamu menempuh tempuh sekepak sayap sekepak sayap hingga sampai mematuk patuk mengetuk pintu langit membuka bagi jerit perih kerinduan jiwa menemu cinta menemu cintanya Depok, 2002
AKU LUKIS SENYUMMU YANG MAWAR Aku lukis senyummu yang mawar Dalam ingatan yang merindu Tatapmu memanja rayu Nyelinap dalam kalbu Angan harapku Bahagia engkau Bersamaku selalu Menuju Satu Depok, 2002
HENING YANG KAU PUNGUT kau pungut sekeping hening dalam kelambu jiwa meronta tiada. dan kau tanam ia dalam desah nafas memanas menderas. kau katakan padanya, bahwa kau akan menunggunya hingga ia tumbuh dan berbuah. kau masih disana. memintal cerita dalam sajak-sajak jemari menari.dalam hujan dan terik yang menghardik jasadmu kegelisahan. tapi kau masih setia, menghitung hari dalam nyeri. menyulam mimpi dari kejauhan yang merapuh. derita yang pecah. bahagia yang gerah. tak kau peduli. kau masih disana. tak kau pahami bulan berotasi tujuh musim lamanya. mungkin, jenuh pun kan datang sebagai goda. atau bimbang jelang sebagai dentang. hanya pada kedirian semua berawal. dan dari kedirian pula semua berakhir. kau masih disana, dengan cinta!
TAWAMU PECAH : Nanang Suryadi tawamu pecah membuncah gairah. pada titik-titik resah kau tampung malam menyimpan cerita. duka yang berkejaran di sebalik gelisah manusia. apa yang dicari dalam malam?selain dirimu yang membaca guratan-guratan luka manusia. menelanjangi tiap detak jantung derita. merampas alur hujan yang jatuh dari mata-mata kelelahan. dan, tawamu pecah. sebab, tak ada lagi mesti di tangisi, selain luka masih nganga sebatas mimpi saja!
Dimanakah Engkau, duhai cintaku malam demikian gelap, meratap. ruh-ruh berkeliaran kesana-kemari, gelisah. dan, ada yang teriak dari balik kolong ranjang kerontang, mengerang. "Betapa aku lelah ya Rob, dimanakah Engkau, duhai cintaku. Rindu aku ingin tatap wajah-Mu!" wajah-wajah lantas berbaris, menyelinap diam-diam dari balik dinding pucat. alangkah rupawan, alangkah menggiurkan. ach. betapa bahagia cekikikan. malam tak lagi gelap. cahaya berpendaran, menawan. tak ada ratap, tak. hanya tawa berderaian memabukkan. duhai inilah dunia kenikmatan! arak? mana arak biar terpuas nafsu memburu, ah! tapi, plop! demikian hening mengering, "tidak!, jangan pergi!". demikian teriak memekak. demikian haus tak terpuaskan!. ruh-ruh sesegukan ketakutan. gigil memanggil kerdil. wajah-wajah bergantian, berputaran. haus. haus. haus. wajah kesejatian. dimana duhai kiranya Dia, cinta?
Sebagai Doa Sebagai doa mengalir ke muara hatiku, o Cinta Mengalirlah mengalir bersama waktu Sebagai doa mengepak sayap ke langit jiwaku, o Cinta Terbanglah terbang menembus langit Rindu Sebagai doa, jejak menapak demikian ikhlas, O Cinta Langkah kaki menuju: Senyum-Nya yang dirindu
Bening Danau Akulah angsa yang berenang di bening danau Merentangkan sayap di hangat matahari Bernyanyi riang. Bernyanyi riang Sesekali kubenamkan kepala dalam-dalam O, keteduhan, larutkan gundahku Akulah angsa yang berenang di jernih tatap matamu
Sketsa Dinihari Di bening hening, mengembun ingatan Pada engkau, cintaku Di manakah engkau, sayang? Tak ada suara juga aksara Kurindu kata menyapa Di manakah engkau, sayang? Kucari engkau O, yang nyalakan Cinta Di dada risau!
Kita Akan Pulang Sayang (3) Tak ingin lagi kuseru dengan suara menderu Biar dengan sunyi, biar dengan rindu kusapa dirimu Kerlip di matamu, o kekasih Suar harap musafir, hingga tak lagi letih Menapak setapak demi setapak Mengikut lamat jejak Digurat peta di dada sendiri Di rajah tangan, garis nasib sendiri Ya perindu, di jalan sepi, Cinta membara api
Kita Akan Pulang Sayang (2) sebelum habis gairah. sebelum payah melungkrah langkah. tak kan henti. tak kan henti. menapakdaki. jika pun di sini kita istirah, hanya sebentar mampir minum seteguk teh di perjalanan lalu kita pun harus tetap melangkah menuju Cinta yang selalu dirindu kita harus sampai. di tuju di rumah yang dirindu mari sayangku kudekap engkau dalam pelukku berjalan menuju rumah rindu
Di Sebuah Senja cakrawala demikian jingga, merona ketika kutatap, dia tertawa (sayang, gerimis tak hadir menyapa) cakrawala masihlah jingga, cahaya menelusup di antara keping jiwa kita, bahagia di sebuah senja bersama kita puisikan, cinta
Hujan Sore Itu menitik air mata satu satu meresap jauh ke lubuk kalbu meluncur bagai anak panah siap melukai kapan saja tapi, biarkan. biar saja kunikmati tiap tetesnya satu satu berlagu seperti puisi yang kau kirim padaku sore itu
Bergeraklah Dengan Kesadaran bergeraklah bersama hembusan bayu yang tak henti mendekapmu, membagi sebuah kekuatan di sana ada dzikir, di sana ada doa yang terkatup dalam hening jiwa yakinlah, ada aku yang percaya kau kuasa lawan segala yang tak semestinya. yang tak biasa bergeraklah dengan sepenuh kesadaran!
Telaga Hatimu Berlari melintas tinggalkan kelam merajam Sampai pada.. telaga ku temukan Alangkah bening, dan biarkan ku bercermin menatap seberapa dalam ia larutkan segala... dalam bening matamu
Apa Yang Harus Dikata apa yang harus dikata, bila dunia terus berputar seirama detak detik jiwa,bersuarapun tak lagi kuasa, meratapi setiap ruang yang masih tersisa. harapan akan selalu ada, meski tak selamanya bergumul dengan cerita yang apa adanya hanya apa adanya, disana kan kau jumpai cinta. mungkin begitu biasa, mungkin begitu sederhana. mungkin juga begitu istimewa
Kita Pasti Pulang, Sayang Suatu hari nanti entah kapan kita kan pulang, tapi harus sendirian sayang tak lagi tangan bergenggaman tak lagi mata bertatapan dan tak lagi bermesraan hanya jiwa baur semburat kesepian yang panjang Sayang Sebab hanya kesemuan merajam pinta bagi suatu kesejatian Tuhan
Kita Akan Pulang Sayang (1) kita pulang, katamu. kan dilabuh segala lelah. istirah. melebur amarah. menyalakannya jadi gairah. tapi di mana rumah. senyum dan bening matamu. memetakan arah. tunjukkan arah pulang sayang. tunjukkan. berjalan kita. menuju pulang
Sketsa Ke Berapa Tentang Kenangan 1. masihkah kau putar lagu, dari masa lalu, sebagai bayang, ingatan tak habis kikis, bersama waktu, bersama waktu. 2. kuingat takikan pada pohon karet, mengucur, mengalir, menggumpal. guratan pada batangnya seperti puisi yang menanda. luka 3. bagaimana dibangun sebuah harap. pada puing. tak lagi dipercaya puisi. juga kata. engkau menyeru: o, siapa yang dapat membebat ini luka di dada! 4. sebagai puisi. kenangan menuliskan airmata. duka dan bahagia.
Dalam Diamku dalam diamku, berlagu menapak jejak-jejak langkahmu menatap setiap ruang disitu mengenalmu, memahamimu, mempercayaimu seiring bergulir waktu merengkuh, mendekap, jiwamu selalu, dalam bisuku
Bersamamu Kekasih O ayun ambing di kapas-kapas awan Bersamamu kekasih, bersamamu Menerbang menerbang mengepak kepak Di lalu angin, di hangat matahari Hingga di pintunya kita ketukan paruh Dan o Cinta, semoga dikatakannya dengan gembira: Selamat datang, o yang merindu...