matamu adalah cahaya purnama bulan, kataku. tapi engkau tertawa
mendengarnya. akupun tertawa. entah mengapa.
kitalah penyair yang menulis sajak sepanjang jalan. dengan derai
tawa. mencandai waktu, mencandai diri kita sendiri.
hingga suatu ketika ada tanya: masih perlukah metafora untuk senyum
dan tatap matamu. juga cinta.
Malang, Agustus 2002
Komentar